Berpolemik dan Ditolak IDI dan Begini Plus Minus UU Kesehatan dan Dampaknya ke Masyarakat

{getMailchimp} $title={MailChimp Form} $text={Subscribe to our mailing list to get the new updates.}

Berpolemik dan Ditolak IDI dan Begini Plus Minus UU Kesehatan dan Dampaknya ke Masyarakat

Minggu, 16 Juli 2023, 10:34:00 PM


Jakarta|JejakKASUS-DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang Kesehatan pada Selasa (11/7). Meski telah disahkan, UU Kesehatan tetap berpolemik dan ditolak berbagai kalangan, termasuk Ikatan Dokter Indonesia atau IDI.


Beberapa hal yang dikhawatirkan masyarakat dan kelompok profesi kesehatan dari UU Kesehatan yang baru disahkan ini antara lain:


1.Penghilangan Mandatory Spending


Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mohammad Adib Khumaidi menyebut penghapusan mandatory spending akan semakin membebani biaya kesehatan yang ditanggung masyarakat. Alasannya, peningkatan kualitas kesehatan tidak bisa diharapkan kepada program yang dilakukan pemerintah daerah.


Hilangnya mandatory spending juga dinilai akan memengaruhi banyak pelayanan dasar di fasilitas kesehatan daerah.


2.Dokter Asing Leluasa Masuk RI


Praktik dokter asing leluasa masuk ke Indonesia dan bisa dilakukan tanpa melalui organisasi profesi. Dokter asing masuk tidak perlu diperiksa lagi, misal oleh Ikatan Dokter Indonesia atau Ikatan Dokter Gigi Indonesia.


3.Hasil Penelitian untuk Kepentingan Asing


UU Kesehatan membolehkan hasil penelitian dari kedokteran bisa digunakan untuk kepentingan penelitian asing.


Sementara itu, dari perubahan UU Kesehatan, ada beberapa penyempurnaan yang dilakukan. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menguraikan beberapa dampak positif dari UU Kesehatan yang baru disahkan, yakni:


Obat dan Alkes Berpotensi Lebih Murah

Sektor farmasi dan alkes saat ini secara signifikan masih bergantung pada impor. Sekitar 90 persen bahan baku obat untuk produksi farmasi lokal masih diimpor dan 88 persen transaksi alat kesehatan tahun 2019-2020 di e-katalog merupakan produk impor.


UU Kesehatan disebut bakal membuat alat kesehatan (alkes) dan obat menjadi lebih murah di Indonesia.


Undang-undang Kesehatan yang baru disahkan memprioritaskan penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri, pemberian insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri.


Dari Fokus Mengobati Menjadi Mencegah.

Layanan primer mengedepankan layanan promotif dan preventif. Untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat, Pemerintah menekankan pentingnya standardisasi jejaring layanan primer dan laboratorium kesehatan masyarakat diseluruh pelosok indonesia


Akses Layanan Kesehatan Menjadi mudah.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI perlu penguatan pelayanan kesehatan rujukan melalui pemenuhan infrastruktur SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedisin, dan pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, serta layanan unggulan nasional berstandar internasional.


Kemenkes menyebut selama ini Indonesia kekurangan dokter yang membuat pelayanan di fasilitas kesehatan kurang maksimal. Akibatnya, banyak masyarakat yang harus dirujuk ke luar provinsi untuk mendapatkan penanganan kesehatan.


Beberapa kasus membuat pasien tak tertolong saat masa tunggu atau saat dalam perjalanan dirujuk.


4. Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit


Kementerian Kesehatan juga mewacanakan agar Indonesia memiliki program collegium based bagi Peserta Program Dokter Spesialis (PPDS). Melalui program ini, lulusan kedokteran yang ingin lanjut program dokter spesialis, dapat memilih pendidikan dengan skema praktik langsung di Rumah Sakit (RS) dan dibayar.


Selama ini, program PPDS atau pendidikan dokter spesialis yang berjalan adalah university based atau pendidikan spesialis yang berbasis di sejumlah universitas.


5. Pembiayaan yang Tidak Efisien Menjadi Transparan


Pemerintah sepakat untuk menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Ini mengacu pada program kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang kesehatan yang menjadi pedoman yang jelas bagi pemerintah dan pemerintah daerah.


6. Tenaga Kesehatan Menjadi Merata


Diperlukan percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter spesialis melalui penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit.


7. Perizinan Menjadi Cepat, Mudah dan Sederhana


Penyederhanaan proses perizinan melalui penerbitan STR yang berlaku seumur hidup dengan kualitas yang terjaga. Proses perizinan langsung melalui pemerintah, tidak lagi melalui organisasi profesi kedokteran atau kesehatan.


8. Tenaga Kesehatan yang Rentan Dikriminalisasi Menjadi Dilindungi Secara Khusus


Tenaga medis dan tenaga kesehatan memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan.


Secara khusus bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindakan pidana dan perdata dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu.


9. Teknologi Kesehatan Menjadi Terdepan


Perlu akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis untuk pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi. Pengesahan UU Kesehatan salah satu langkah dari transformasi kesehatan. Langkah ini dibutuhkan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri dan inklusif.


Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan pengesahan RUU Kesehatan menjadi awal yang baru untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, maupun kepulauan.(Redaksi)




TerPopuler