Kabupaten Semarang-JejakKASUS.Biz.id- Aktivitas tambang galian C tanpa izin di Kabupaten Semarang semakin marak. Para penambang mengklaim sudah memiliki izin, namun hasil investigasi menunjukkan bahwa 99% tambang tersebut belum terdaftar di Minerba One Data Indonesia (MODI), aplikasi yang dikembangkan untuk mengelola data perusahaan mineral dan batubara di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.
Salah satu contoh adalah tambang ilegal galian C di Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang,tepatnya di samping Panti Asuhan. Tambang yang diduga ilegal ini belum mengantongi izin resmi dan terkesan mengabaikan dampak lingkungan. Tambang tersebut milik Totok, yang diduga dilindungi oleh oknum anggota sehingga terkesan kebal hukum,Jumat (19/7/24).
Hasil investigasi tim pada Selasa, 16 Juli 2024, menunjukkan bahwa masih ada aktivitas tambang galian C di lokasi dengan alat berat excavator yang beroperasi.
Tim investigasi telah mengantongi nama-nama penambang di wilayah kabupaten Semarang Salah satu tambang di sana sedang dalam proses perizinan melalui konsultan pertambangan, namun proses tersebut belum selesai hingga saat ini.
Pertanyaan yang muncul adalah, jika tidak memiliki izin, maka excavator yang digunakan pasti menggunakan BBM ilegal, yang jelas merugikan negara dan merusak lingkungan.
Warga masyarakat (AE) menegaskan bahwa tambang ilegal tersebut milik Totok dan koorlapnya (ZN). Hal ini ditegaskan warga setempat saat ditemui di rumahnya.
Sementara itu, ketika awak media mencoba mengonfirmasi pengelola tambang dan pihak yang melindungi, belum ada jawaban meskipun pesan telah terbaca.
Menanggapi hal tersebut, Guntur Adi Pradana, SH., MH., Ketua LSM GIM yang dikenal gigih membela wong cilik dan sudah bermitra dengan Berita Istana sejak 2020, menegaskan bahwa dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada Pasal 158 UU tersebut disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara yang diatur dalam Pasal 160.
Hingga berita ini diterbitkan, masih ada pihak-pihak yang perlu dikonfirmasi untuk keseimbangan berita.
(Tim: Red)