SALATIGA,JejakKASUS.biz.id– Aktivitas tambang galian C tanpa izin di Kota Salatiga semakin mengkhawatirkan warga. Meskipun para penambang mengklaim telah memiliki izin, hasil investigasi terbaru mengungkapkan bahwa 99% dari tambang tersebut belum terdaftar di Minerba One Data Indonesia (MODI), aplikasi resmi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk memantau perusahaan mineral dan batubara.
Salah satu lokasi tambang ilegal yang menjadi sorotan adalah di Batas Kota Blotongan, Salatiga. Tambang ini beroperasi tanpa izin resmi dan tampaknya mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Meskipun demikian, aktivitas di lokasi tersebut terus berjalan seolah-olah kebal terhadap penegakan hukum.
Pada Selasa (13/8/2024), tim investigasi media menemukan bahwa tambang galian C di Blotongan masih aktif beroperasi. Di lokasi, alat berat seperti excavator dan truk dam terlihat sibuk mengangkut tanah, meningkatkan kekhawatiran di kalangan warga dan pencinta lingkungan. Tim investigasi juga telah berhasil mengidentifikasi nama penambang serta informasi mengenai tempat penjualan tanah hasil tambang tersebut.
Pertanyaan besar muncul terkait legalitas operasi tambang ini. Jika tidak memiliki izin, penggunaan alat berat seperti excavator hampir pasti membutuhkan bahan bakar minyak (BBM) ilegal, yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga berdampak buruk terhadap lingkungan. Warga sekitar, yang diwakili oleh End, mengeluhkan bahwa tambang ilegal tersebut sangat mengganggu, terutama karena debu yang beterbangan dan membahayakan pengguna jalan.
Saat dimintai keterangan, seorang individu yang berada di lokasi tambang menyatakan bahwa "uang untuk rekan-rekan sudah disisihkan," sebuah pernyataan yang mengindikasikan adanya praktik suap untuk melindungi aktivitas tambang ilegal ini.
Menanggapi situasi ini, Adi Pradana, SH., MH., Ketua LSM GIM yang dikenal gigih dalam membela hak rakyat kecil, menegaskan bahwa aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut Pasal 158 UU tersebut, siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Selain itu, pemilik izin usaha pertambangan (IUP) yang hanya berada pada tahap eksplorasi tetapi sudah melakukan operasi produksi juga dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 160.
Hingga berita ini diterbitkan, beberapa pihak terkait masih belum dapat dikonfirmasi untuk memberikan pernyataan lebih lanjut guna menjaga keseimbangan pemberitaan.
*(Tim: Red)*